Minggu, 10 Januari 2010

Borokokok: Sebuah Refleksi Diri

Kata “Borokokok” mungkin bukan merupakan kata yang aneh lagi bagi telinga kita. Kata ini sering kali digunakan orang apabila memarahi orang lain. Kata ini juga digunakan orang untuk menunjuk orang lain yang nyeleneh, bodoh, nakal atau tidak nyambung dengan pembicaraan orang tersebut. Namun apa arti kata tersebut sesungguhnya? Sampai saat ini belum ada kamus bahasa resmi yang menterjemahkan kata tersebut, baik itu Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda maupun bahasa daerah lainnya. Apalagi kamus Bahasa Asing, seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.
Kata “Borokokok” mungkin dapat disejajarkan pengertiannya dengan kata “Bolot”, “Tulalit” atau “Telmi”. Meski kata-kata itupun belum masuk kedalam kamus bahasa resmi, tapi paling tidak kita bisa memahaminya secara mudah. Kata “Bolot”  misalnya, diambil dari nama seorang pelawak kenamaan yang selalu berperan sebagai orang yang budek, tidak bisa mendengar secara jelas, sehingga tidak nyambung dengan pembicaraan orang lain. Kata “Tulalit” diambil dari suara telepon rumah apabila nomor yang kita tuju sedang tidak aktif sehingga telepon meresponnya dengan suara “tulalit”. Sedangkan kata “Telmi” merupakan kependekan dari kalimat “telat mikir”. Lalu bagaimana dengan kata “borokokok”?
Pendekatan yang paling mudah untuk memahami kata “borokokok” tersebut adalah dengan menelusuri asal muasal kata tersebut. Kata tersebut jelas berasal dari Bahasa Sunda karena seringkali diucapkan oleh orang sunda, baik itu oleh masyarakat biasa, artis, pelawak maupun dalam sinetron yang menggambarkan orang sunda. Jika demikian halnya, kita dapat mereka-reka kata tersebut dengan cara membuat kepanjangannya. Salah satu kepanjangan yang paling mungkin kata dari “borokokok” adalah “boro-boro berkokok”. Dengan membuat kepanjangan seperti itu, maka mudahlah bagi kita untuk menafsirkannya. Karena kata “boro-boro berkokok” menunjukkan suatu kondisi dimana seekor ayam sedang sakit sehingga tidak bisa berkokok, maka tafsiran yang paling mungkin jika kata “borokokok” itu ditujukan kepada manusia adalah bahwa manusia tersebut tidak kreatif, pemalas dan “euweuh kahayang”. Boro-boro untuk melakukan kegiatan yang lain, untuk berkokok pun tidak mau.
Nah, jika memang halnya demikian. Siapa yang “borokokok”? Mudah-mudahan saja kita tidak termasuk orang yang “borokokok”? Amien…  
Kang eNeS, Oktober 2005

1 komentar:

yandi mengatakan...

halo,,,,,,,,mampir sini juga ya,,
http://warkiryandi.co.cc/

Posting Komentar